Halo, para Trader. Kali ini penulis mau berceritera berkaitan perilaku trading saya di masa lampau. Waktu saat penulis masih berstatus newbie (meskipun saat ini blm dpt dikatakan expert) di dunia trading mata uang asing yang penuh dengan gelora ini.


Penulis bertemu mata uang di thn 2005. 
Penulis menghabiskan wkt mendidik bermacam rupa ragam teknik ulasan & trading dlm waktu ekstra kurang setahun. Saya tidak care meskipun masa itu penulis masih berstatus sebagai tenaga penjual di sebuah penghubung berjangka. Bagi saya, yg berguna berlatih dulu. Cari pelanggan belakangan saja. Toh waktu itu saya enggak digaji, semata-mata menemukan komisi dari jual/beli client saya, itu pun bila penulis berhasil memperoleh nasabah.

Sanggup ditebak, perilaku itu berbuah nasihat bersama nasihat panjang lebar dari supervisor saya dulu. Beliau pun lama kelamaan benar-benar percaya kalau ia salah merekrut orang. Namun beliau rupanya menyaksikan kesempatan lain pada diri saya, sehingga akhirnya pada thn 2008 beliau menyarankan penulis buat menjadi staf market analyst di penghubung tersebut. But that’s another story.

Tahun 2006, saya memberanikan diri utk transaksi trading dengan modal patungan bersama 3 orang teman. Di tdk semua 30 hari nomor satu saya trading real account, penulis menganggap performa transaksi trading penulis “luar biasa”. Mengapa? Di tiga 31 hari pertama, saya sukses membukukan untung berturut-turut kira-kira 30% dari kapital awal. Walaupun udah dibagi empat, bagaikan fresh graduate kala itu perolehan sebesar itu cukup gede buat saya.


Kepercayaan diri penulis bertambah, terlebih miring jumawa. 
Saya merasa sudah berada di puncak dunia. Bayangkan, dlm 3 30 hari transaksi trading itu saya enggak sudah sekalipun melakukan cut-loss. Catat ya: TIDAK PERNAH. Itu artinya 100% dari transaksi yang penulis lakukan dlm tiga bln tersebut membuahkan profit.

Nahas, di 31 hari ke-4 penulis tidak mampu mempertahankan prestasi. Floating loss berlarut-larut hingga akhirnya saya mendeklarasikan diri enggak bisa lagi mengelola kapital kami. Untungnya sempat profit, shg kalo ditotal kerugian kami “hanya” lebih kurang 50% dari modal awal (bandingkan dgn kebanyakan trader yg butuh sampai tertimpa margin call).

Wkt itu penulis menarik kesimpulan ilmu yg saya peroleh kurang lengkap. Tapi ternyata kekeliruan saya extra dari itu. Kesalahan pokok saya yakni pola pikir yang salah & metode belajar yang tidak tepat.

Serupa kebanyakan trader pemula, wkt itu saya amat pokok buat memperoleh otput yg cepat serta – puguh saja – banyak. Masa itu foreign exchange digambarkan selaku salah 1 jenis penghidupan yg menyodorkan hasil yg cepat. Malahan mungkin sampai wkt ini pun mindset publik masih sama berkaitan forex.


Betul bahwa pergerakan nilai mata uang jauh lebih volatile dibandingkan dengan saham.
Misalnya, sehingga peluang yang tercipta emang jauh ekstra besar. Di sinilah “racun”-nya. Ambisi utk memperoleh untung yang gede dalam masa nggak lama adakalanya menghasilkan seorang trader membuka jual/beli yang banget besar. Padahal di balik kans untung yg besar itu tersimpan pula bahaya yg tidak kalah besarnya. Itulah sebabnya mengapa sangat disarankan untuk mengekang resiko lewat pengaturan pemakaian kapital yang tepat (mengatur jumlah lot) bersama pembatasan resiko yg setakar (manajemen resiko). Sayangnya, keinginan untuk mendapatkan untung dengan cepat membuat byk pemain melupakan masalah yang amat mendasar dalam trading ini.

Itu juga “dosa” yg saya lakukan dulu. Dalam anggapan saya hanya ada “untung, cuan serta untung”. Semacam yang saya sampaikan di atas, dlm tiga 31 hari pertama pengetahuan transaksi trading saya enggak sempat melaksanakan cut-loss sekalipun. Tidak sempat mengerem rawan dengan berhenti loss. Padahal tak ada seorang pun yang dapat tahu persis ke mana harga bakal bergerak. Artinya, kita bisa memperoleh loss bilamana saja. Antisipasi mau keadaan tsb merupakan manajemen resiko, yg banyak dilupakan trader.


Selain mindset, byk juga pemain yg melewati proses pembelajaran transaksi trading mata uang asing yang benar. 
Kebanyakan ingin telak dapat memperbuat trading dengan proses atau metode yg siap pakai. Itu pun dulu merupakan dosa saya.

Saya dulu kelewat byk menghabiskan wkt utk mendidik bermacam rupa arahan dengan kata lain proses trading tidak perlu meluangkan cuma waktu buat memahirkan dasar-dasar trading. Saya malahan baru menginterpretasikan rencana pedoman trend sesudah dua tahun terjun ke dunia trading, yg sialnya baru penulis kenali selesai sempat “terjungkal”. Bayangkan, ada pemain yang berani trading lebih-lebih sebelum ia mengerti apa itu trend yang ialah “nyawa” dari pergerakan harga.

Saya sekali waktu menganalogikan berlatih trading mata uang sebagaimana mendidik beladiri. Nggak mungkin ada seorang karateka yang spon-tan menyandang sabuk hitam tidak perlu melalui sistem belajar yang panjang mulai dari sabuk putih, kuning & seterusnya, kecuali kalau ia yaitu orang utama yg diangkat bagaikan anggota kehormatan perguruan tertentu.


Berlatih trading pun demikian. 
Seseorang semestinya mendidik pengetahuan berkaitan trading dari sumber yang kompeten & dgn strategi yg benar juga. Pelajarilah dasar-dasar transaksi trading terlebih dahulu, ialah trend, tahanan bawah beserta resistance. Sehabis bapak/ibu menguasai ketiga elemen tersebut, barulah jurangan sanggup melanjutkan ke materi lain seperti indikator teknikal, patron value (price pattern) dan lain-lain.

Kebanyakan kesalahan yg dilakukan trader yakni spon-tan “loncat” ke petunjuk alias bimbingan trading. Padahal bagi bisa mengetahui pd kondisi sebagaimana apa sebuah manual trading mampu dipergunakan atau tidak, kita perlu mengetahui apa yg menjadi permulaan tutorial transaksi trading tersebut. Nah, bagi mengetahui pangkal langkah transaksi trading tersebut, kepingin tak kepingin kita mesti menginterpretasikan dulu dasar-dasar trading.


LihatTutupKomentar